AAI (Asistensi Agama Islam) sebagai Benteng Mahasiswa UNS terhadap Isu Islamophobia
AAI (Asistensi Agama Islam) sebagai Benteng Mahasiswa UNS terhadap Isu Islamophobia
Islam merupakan
agama tanpa kekerasan, mencintai perdamaian, dan menentang pertikaian. Tidak
mungkin agama seperti ini beraliran keras (radikal). Islam sebagai rahmatan
lil alamin (rahmat bagi semesta
alam) yang justru mengharamkan terjadinya tindak terorisme. Bahkan, Islam
mengajarkan untuk saling memaafkan, tidak mencela agama lain dan
menghormatinya. Dalam surah al-Anbiya’
ayat 107, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَاأَرْسَلْنَكَ
إِلاَّرَحْمَةَ لِلْعَلَمِيْنَ
“Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam, “ (Q.S.
al-Anbiya’: 107).
Saat ini, Islam
berusaha dijauhkan dari para pemuda, didiskriminasi hingga muncul pemuda anti
Islam. Hal tersebut menimbulkan ketakutan dan membuat phobia dan dijuluki
islamophobia. Istilah islamophobia muncul pasca tragedi World Trade Center
(WTC) 11 September 2001 di New York. Sejak saat itu, Islam dipandang sebagai
penyebab segala permasalahan atas tindak terorisme. Di Indonesia, islamophobia
mulai menyebar di masyarakat pasca terjadinya bom Bali, 12 Oktober 2002 (Moordiningsih,
2004) .
Islamophobia di Perguruan Tinggi
Islamophobia
adalah persepsi tertentu tentang muslim, yang dapat diekspresikan sebagai
kebencian terhadap muslim. Manifestasi retoris dan fisik dari islamophobia
tersebut diarahkan ke individu muslim atau non-muslim dan/atau ke properti
mereka, menuju institusi komunitas Muslim dan fasilitas keagamaannya (Allen, 2017) . Problema prasangka
terhadap orang muslim dan orang yang dipersepsi sebagai muslim tidak dapat
dipisahkan dari istilah islamophobia.
Prasangka anti muslim yang didasarkan pada sebuah klaim bahwa Islam adalah agama
”inferior” dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai yang dominan pada sebuah
masyarakat (Hady, 2004) .
Islamophobia
adalah sebutan bagi orang yang takut islam garis keras yang sasaran utamanya
adalah para pemuda terutama mahasiswa. Mahasiswa kini terbagi menjadi dua, ada
yang termakan isu islamophobia dan ada
yang sadar bahwa ini fitnah terhadap islam. Beberapa rezim bahkan menghukum
mahasiswa yang menyuarakan islam kaffah, mulai ancaman hingga resiko drop-out
dari kampus. Rezim tersebut berusaha membatasi gerak mahasiswa, di sinilah isu
islamophobia dimainkan.
Sesungguhnya
isu islamophobia merupakan monsterisasi agama islam yang membuat orang
beriman anti terhadap islam politik dan menjauhi islam kaffah, membuat
mahasiswa takut membela islam dengan
ancaman pembekuan kegiatan, skorsing, drop-out dan kekuasaan
universitas lainnya. Misalnya, pelarangan penggunaan cadar di universitas
tertentu merupakan contoh islamophobia di kalangan perguruan tinggi.
AAI sebagai Benteng Mahasiswa UNS terhadap Isu Islamophobia
Dr. Munawir
Yusuf, M.Psi selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan UNS menjelaskan bahwa AAI adalah Asistensi Agama Islam yang berada
di lingkungan Universitas Sebelas Maret (UNS). Dibentuknya AAI ini yaitu atas
dasar Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) wajib Agama Islam dan di dalam MKDU
tersebut terdapat Biro AAI yang merupakan tim AAI (Febri &
Zahra, 2017) .
Sejatinya AAI
tidak hanya karena adanya MKDU PAI, namun lebih diartikan secara luas sebagai
sarana dakwah dalam sebuah lingkaran kecil beranggotakan 8-10 orang dengan satu
musyrif/musyrifah sebagai pembimbing, harapannya AAI ini akan terus berlanjut di kehidupan masa
depan dan terjalin ukhuwah yang baik diantara para anggotanya. AAI sebagai
benteng mahasiswa UNS terhadap isu-isu yang ditujukan kepada Islam, salah
satunya yaitu islamophobia.
Islamophobia
mulai masuk ke ranah kampus dan mahasiswa menjadi sasaran utamanya. Mahasiswa
merupakan aset pemuda yang sangat berharga untuk bangsa, negara dan agama. Agama
Islam memiliki perhatian yang besar kepada para pemudanya, karena pemuda hari
ini kelak menjadi pemimpin di masa mendatang. Seorang pemuda hendaknya memiliki
konsistensi yang tinggi dalam memegang teguh prinsip yang telah diyakininya
sesuai ajaran Islam. Pemuda bukanlah yang mudah tergiur oleh indahnya godaan
dunia, tetapi ia yang memiliki moralitas, wawasan, optimisme dan teguh
pendirian serta konsisten dalam perkataan dan perbuatan. Seperti tergambar
dalam kisah Ash-habul Kahfi. Allah berfirman dalam surah al-Kahfi ayat 10 yang artinya:
"Ingatlah tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa;”Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini),” (Q.S. al-Kahfi:10)
"Ingatlah tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa;”Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini),” (Q.S. al-Kahfi:10)
Ayat tersebut
menceritakan kisah Ash-habul Kahfi. Mereka rela meninggalkan kampung halaman,
keluarga dan teman-teman demi menyelmatkan keimanan dan aqidah kepada Tuhannya
yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sejarah
mencatat, 565 tahun yang lalu, seorang pemuda berusia 21 tahun mampu
menakhlukan Konstatinopel (benteng terkuat di dunia). Pemuda tersebut bernama
Muhammad al-Fatih. Sejak kecil, beliau telah dididik oleh ulama-ulama besar
pada zamannya, Maka, tidak mengherankan saat al-Fatih berusia 16 tahun,
al-Fatih menguasai 8 bahasa dan menjadi pemimpin ibukota Kesultanan Utsmani di
Edirne sejak berumur 21 tahun, bahkan saat berusia 12 tahun beliau telah matang
berpolitik (Tiryakioglu, 2017) . Mahasiswa sebagai pemuda hendaknya
dapat meneladani beliau, Muhammad al Fatih. Apabila pemuda telah dibekali ilmu
agama, maka ilmu-ilmu dunia lainnya pasti akan didasarkan pada ilmu agama. Bahkan,
apabila muncul isu-isu terhadap Islam, ia tidak akan terpengaruh dan akan terus
menegakkan Islam di mana pun ia berada.
Sebagai generasi
muda jangan hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang),
tetapi alangkah baiknya menjadi dai/pendakwah dan mencontoh tokoh muda yang
sudah berjuang untuk Islam. Generasi muda haruslah menjadi pribadi yang kuat
agar tidak terpengaruh oleh efek negatif dari luar. Salah satu caranya yaitu
dengan mengikuti AAI. Melalui AAI, mahasiswa muslim UNS senantiasa meningkatkan
keimanan dan sebagai sarana dakwah insyaAllah. Harapannya, AAI akan mampu menjadi benteng
mahasiswa UNS terhadap isu Islamophobia yang kini menyebar di wilayah kampus.
REFERENSI
Allen, C. (2017, June). Towards
Working Definition of Islamophobia. a Briefing Paper.
Febri, T., & Zahra, S. (2017, Agustus 16). Status AAI dalam
Samaru 2017. Diambil kembali dari lpmmotivasi.com:
htpp://lpmmotivasi.com/status-aai-dalam-samaru-2017/
Hady, A. (2004). Islamophobia... A Threat.. A Challenge! International
Islamic University of Malaysia. Kuala Lumpur: Inter.
Tiryakioglu, O. (2017). Fatih: Elang Besar Pembebas Konstatinopel
Terjemahan dari Fatih Sultan Mehmed Han. Jakarta: Kaysa Media.
Comments