"Kado Spesial Pernikahan"

Ar rahmaan. ‘alamal qur’an...”

Lantunan ayat suci Al-Qur’an terdengar merdu sampai ke pojok kamarku. Sepertinya berasal dari Masjid Jami tempat kuliahku. Aku pun menyimak dan mengikuti surah yang dibacanya. Aku, seorang mahasiswi semester delapan yang tahun ini akan menyelesaikan skripsi.
***

Usai kuliah, aku pergi ke toko buku mencari bahan materi untuk skripsiku.
*Brakkk* Motorku tertabrak oleh mini bus yang melaju kencang dari belakang. Perjalananku terhenti, aku turun dan melihat kondisi sepeda motorku. Kerumunan orang di sekitarku ikut panik. Tak lama kemudian, datang dua orang polisi muda. Sepertinya aku mengenali salah satunya, tetapi aku tidak ingat siapa.
“Adek tidak apa-apa? Kami akan segera mencari mini bus yang tidak bertanggungjawab, kami akan melacak plat nomernya,” kata polisi muda.
“Ah nggak usah, Pak. Nanti saya bawa ke bengkel saja,”  jawabku tegar karena aku tidak mau menyusahkan orang lain. Alhasil, aku membawa sepeda motorku ke bengkel.
***

Adek, motornya sudah diperbaiki?,” sebuah pesan singkat dari nomor asing.
“Alhamdulillah motor saya sudah diperbaiki. Maaf, ini siapa ya?” balasku penasaran.
Lima belas menit berlalu, tapi tidak ada balasan dari nomor asing itu. Barangkali pesan nyasar atau mungkin pak polisi muda yang pernah meminta nomorku setelah kejadian mini bus menabrak motorku, entahlah.
***

Sebagai seorang wanita muslim, aku berusaha untuk menjaga diriku walaupun aku bukan Aisyah yang senantiasa menjaga kehormatan dirinya. Usiaku telah cukup dewasa untuk menikah, orangtuaku selalu menanyakan kapan aku menikah. Tetapi aku masih saja belum ingin membicarakan soal pernikahan. Pernikahan adalah putusan terberat dalam hidup dengan siapa kita akan mengarungi bahtera kehidupan selanjutnya.

Hampir setiap pagi, aku selalu mendengar lantunan suara orang mengaji itu. Suaranya menggetarkan hati. Seketika aku berkhayal.

“Andaikan itu suamiku, hatiku bakal adem di isi sama lantunan ayat suci Al-Qur’an.”
***

Hari wisuda, inilah hari yang ku tunggu-tunggu. Senang sekali rasanya bisa lulus dengan predikat cumlaude. Hasil kerja kerasku selama ini akhirnya berbuah keberuntungan. Man jadda wa jada.

Ibu, Ayah, Dinda sudah menunggu dari tadi tapi nggak ketemu. Akhirnya Dinda wisuda, Yah, Bu,” celetukku gembira.
“Iya, Nak . Maaf tadi jalannya macet. Oiya ibu bawa kejutan buat kamu, Nak.”
Dari kejauhan, sosok pemuda tampan mendekati kami.
“Nak, ini Nak Putra. Dia anak dari teman Ayah, Pak Bambang. Kamu tahu kan, Nak? Dulu kamu sering main dengan dia,” kata Ayah menerangkan.
“Oh Pak Bambang, Dinda tahu, Bu. Ini Mas Edo Putra? Sebentar deh, sepertinya Dinda pernah lihat sebelum ini, tapi dimana?.” Aku pun berpikir sejenak, lalu terlintas memori kecelakaan ringan yang menimpaku tiga bulan silam. Dia polisi muda itu.
“Jadi, Nak Putra dan keluarganya kemarin silaturrahmi ke rumah kita, tetapi tidak ada kamu, jadi Ayah mengajak Nak Putra ke wisudamu.”
***

Seminggu berlalu, Mas Putra sering berkirim pesan dengan Ayah. Karena iseng, aku mencatat nomor telepon Mas Putra, ternyata dugaanku benar. Orang asing yang pernah mengirim pesan adalah polisi muda itu dan ternyata Mas Putra. 

Handphoneku berdering. Voice note dari Mas Putra.

“Assalamu’alaikum. Dinda, ini Putra. Maaf kalo mengganggu, saya cuma mau ta’aruf dengan adek. Saya sekarang ditugaskan di kantor polda dekat rumah adek. Jadi, kalo adek butuh bantuan, saya bisa membantu.”

Aku sempat kaget membaca pesan itu, rasanya aku tak asing lagi suara Mas Putra. Sebulan lamanya aku mengenal Mas Putra lebih dekat. Terkadang, ibu dan ayah menanyakan hal itu padaku, sepertinya ibu dan ayah sudah kenal baik dengan keluarga Mas Putra.
***

“Nak, nanti malam keluarga Nak Putra akan datang untuk makan malam bersama. Kamu nggak kemana-mana kan?,” tanya ibu padaku.
“Nanti malam, Bu? Dinda nggak kemana-mana kok,”sahutku.
Malam itu, makan malam sudah dipersiapkan. Tak lama, keluarga Mas Putra datang.
“Begini, Pak, Bu. Putra sudah cerita tentang Dinda, dan kita pun sudah saling kenal sejak lama bahkan kita sudah seperti saudara. Pada malam ini, Putra dan keluarga bermaksud untuk melamar putri Bapak dan Ibu yaitu Dinda.” Ayah Mas Putra menyampaikan maksud kedatangannya sekaligus itu menjadi lamaran pertamaku.
“Kami, sebagai orangtua menyerahkan keputusan sepenuhnya pada Dinda,”jawab Ayahku singkat.
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Yang ku rasakan hanyalah bahagia, dan menyetujui lamaran tersebut.
***

Prosesi pernikahan telah dipersiapkan matang selama kurang lebih satu bulan. Mas Putra memberikan kado spesial pada prosesi pernikahan kami. Sebuah lantunan ayat suci Al-Qur’an Surah Ar-Rahman. Masyaallah, suara ini sama dengan suara yang sering aku dengarkan waktu pagi hari di kos-kosan. Ternyata itu adalah suara Mas Putra. Rasa syukurku semakin bertambah karena Allah SWT mendengar do’aku dan memberikanku suami yang sholeh.

Kelak, semoga kami menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah. Allohumma aamiin.
____________________________________
tunggu pre.order ya guys lagi proses editing :D event ta'aruf

Comments

Popular posts from this blog

Markisa Nyalakan Lampu

Karya Tulis ( KARTUL )

Membumikan Budaya Literasi